Kamis, 24 Agustus 2017

Fiqh Puasa Lengkap

Assalamualaikum
Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT
sholawat serta salam juga semoga tersampaikan kepada Nabi Muhammad SAW



kali ini saya akan membagikan sebuah tulisan berkenaan dengan Fiqh Puasa


Makna puasa secara syar’i: menahan dan mencegah diri secara sadar dari makan, minum bersetubuh dengan perempuan dan hal-hal semisalnya, selama sehari penuh. Yakni dari kemunculan fajar hingga terbenamnya matahari, dengan niat memenuhi perintah dan taqarrub kepada Allah SWT. (Al Baqarah 187)

Hikmah Puasa
1.Tazkiyah An Nafs
2.Menyehatkan diri baik fisik maupun ruh
3.Tarbiyah bagi ruh agar menjadi sabar
4.Mengendalikan gejolak syahwat
5.Menajamkan perasaan terhadap nikmat Allah SWT
6.Hikmah ijtima’iyah

7.Membawa manusia menuju derajat muttaqin

Puasa fardhuain, Ramadhan
Puasa fardhu karena sebab tertentu
Puasa wajib yang diwajibkan untuk dirinya sendiri, yaitu puasa nazar
Puasa sunah
Puasa makruh
Puasa haram

Orang Orang yang Tidak Diwajibkan Berpuasa:

orang gila sampai ia sembuh, namun hari-hari puasa selama ia gila tidak perlu diqadha
•orang yang tidur hingga ia bangun, misalnya orang yang pingsan dalam waktu yang lama, seminggu
sebulan atau lebih. Jika pingsannya hanya sebentar, perlu diqadha
•anak kecil hingga dewasa
Pena diangkat dari tiga golongan. Dari orang gila yang akalnya tertutup hingga sembuh, dari
orang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga mimpi jimak” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Hibban, dengan sanad shahih, Shahih Al Jami’ Ash Shaghir).
•orang yang sedang sakit (al Baqarah 185), yaitu yang sakitnya masih bisa diharapkan
kesembuhannya, dan penyakit tersebut menyebabkan orang yang berpuasa menjadi payah dan sakit,
atau semakin parah, atau terlambat kesembuhannya.
orang yang sedang dalam perjalanan (Al Baqarah 185), harus diqadha puasanya di lain hari. Menurut
jumhur, yang dikatakan safar adalah jika perjalanannya lebih jauh dari 90 km.

Hamzah ra. pernah berkata, “Wahai Rasulullah, saya mendapati pada diri saya kekuatan untuk
berpuasa dalam safar, apakah saya bersalah (bila berpuasa)?” Nabi SAW menjawab, 
Ia adalah dispensasi dari Allah SWT. Barangsiapa mengambilnya maka itu baik, dan barangsiapa
ingin tetap berpuasa, tidaklah mengapa.” (HR. Muslim)
Namun jika safarnya itu menyebabkan ia dalam keadaan yang susah payah, maka Nabi SAW
bersabda, “ Bukanlah suatu kebajikan, berpuasa di safar.” Yang utama adalah yang paling ringan
untuk dikerjakan, bisa jadi berbuka lebih ringan bagi seseorang, namun bisa jadi berpuasa lebih
ringan bagi orang lain, karena khawatir nantinya malas untuk mengqadha, misalnya. Namun juga
perlu diperhatikan kondisi masyarakat sekitar. Misalnya jika masyarakat masih berpandangan bahwa
dalam safar tidak boleh berbuka, maka untuk berdakwah dan mengajarkan sunah Nabi SAW, sangat
diutamakan ia berbuka. Atau bahkan sebagai panutan, ia bisa diwajibkan untuk berbuka. Kondisi lain
adalah jika kelompoknya mayoritas berbuka, maka untuk menjaga kekompakan dan mencegah diri
dari riya, dianjurkan berbuka. Atau jika pemimpin rombongan memerintahkan untuk berbuka saat
safar, hal ini juga menyebabkan seseorang justru harus berbuka saat safar.

Safar dengan kendaraan modern dan kenyamanan fasilitas lainnya juga tidak menggugurkan rukshah
bagi para musafir untuk berbuka. Kecuali seseorang yang kehidupannya dalam perjalanan, seperti
pelaut yang tinggal di kapal bersama keluarganya dan memiliki berbagai perbekalan untuk memenuhi
hajat hidupnya.

wanita yang sedang haidh atau nifas, namun puasanya harus diqadha. Para ulama
memperbolehkan para wanita meminum obat penunda haidh, namun disarankan untuk
berkonsultasi dengan dokter.

orang tua renta atau mengidap penyakit yang tidak ada lagi harapan sembuh sehingga sangat
berat jika berpuasa, namun harus membayar fidyah (memberi makan seorang miskin setiap
harinya sampai si miskin cukup dengan makanan yang biasa ia santap dengan keluarganya).

orang yang pekerjaannya amat berat, sehingga tidak sanggup berpuasa. Jika ada hari-hari di mana ia
mampu mengqadhanya, maka ia wajib mengqadha, namun jika tidak ada hari-hari di mana ia mampu
mengqadhanya, diperbolehkan dengan membayar fidyah.

orang-orang yang kelaparan, kehausan dan takut binasa, bahkan hukumnya bisa menjadi wajib
baginya untuk berbuka.

perempuan hamil dan menyusui, mereka harus membayar fidyah tanpa harus mengqadha
(pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra).

Sekian tulisan yang bisa saya bagi
Semoga bermanfaat
Terimakasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar